Kamis, 14 Januari 2010

biografi samar gantang

I Gusti Putu Bawa Samar Gantang
“ Saya ingin menciptakan sejarah dan menjadi sejarah dalam sejarah”

RIWAYAT HIDUP I GUSTI PUTU BAWA SAMAR GANTANG, SEORANG SASTRAWAN DARI KOTA PELANGI (TABANAN)
Dalam esai ini kami akan menguraikan riwayat hidup seorang Samar Gantang. Menelusuri riwayat hidup seorang sastrawan dan seniman Tabanan yang menurut kami sangat berjasa bagi Kabupaten Tabanan. I Gusti Putu Bawa Samar Gantang adalah salah satu tokoh yang telah mengharumkan kabupaten Tabanan di dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menelitinya dan mencoba menelusuri. lebih jauh tentang riwayat hidup seorang Samar Gantang.
Untuk memudahkan para pembaca memahami biografi Samar Gantang, penulis membagi kisah Samar Gantang dalam empat sudut pandang yaitu dari sudut keluarganya, cintanya, karir dan prestasinya serta cita-cita dan obsesinya. Di bawah ini akan diuraikan sebagai berikut:
1. Keluarga I Gusti Putu Bawa Samar Gantang
Seorang sastrawan Tabanan bernama I Gusti Putu Bawa, anak dari I Gusti Gede Pegug (lahir tanggal 17 Januari 1928) dengan Gusti Ayu Nyoman Rerep (lahir tanggal 31 Desember 1930) dilahirkan pada tanggal 27 September 1949 di Tegal Belodan. Data ini didapat dari internet dan tertulis didalam ijasah beliau. Akan tetapi, beliau menyatakan kalau sebenarnya tahun kelahirannya yang benar adalah tahun 1948 bukan tahun 1949.
Julukan Samar Gantang ini pun diberikan kakeknya bernama Gusti Ketut Santrog (lahir tahun 1901). Alasan mengapa beliau diberikan julukan seperti itu karena sifat sastrawan sekaligus seniman ini yang begitu aktif. Sampai-sampai kakek beliau berkata, “Beh, jek sing dadi ngoyong, biin ngenah biin sing cara Samar Gantang! (Duh! Kok enggak bisa diam, lagi keliatan, lagi enggak, kayak Samar Gantang!)” Dari saat itulah pak Bawa dipanggil I Gusti Putu Bawa dengan ‘embel-embel’ Samar Gantang di belakangnya. Dan sampai sekarang beliau pun lebih dikenal dengan nama tersebut. Atau bisa dikatakan kalau nama Samar Gantang merupakan nama ‘keren’ pak Gusti Bawa.
Darah seni yang mengalir dalam tubuh pak Bawa didapatnya dari Ayahanda, kakek, dan neneknya. Ayahandanya adalah seorang penari serba bisa, akan tetapi pada masa kependudukan Belanda ayahanda-beliau pun menjadi seorang tentara dan bergabung dalam tentara Gajah Merah NICA.
Ayahandanya tidak suka berpartai anti-politik. Sifatnya jujur, mencintai keluarga. Sifatnya yang menonjol suka blak-blakan kalau berbicara sesuatu. Barangkali hal ini yang membuat ayahandanya tak disukai orang-orang partai di kampung pak Bawa. Itulah sosok ayahanda Samar Gantang. Ayahannya meninggal tanggal 10 Desember 1967.
Ini adalah foto ibunda I Gusti Putu Bawa Samar Gantang yang sedang menjual bubur.
Kakeknya adalah seorang penabuh yang ternama. Dan neneknya yaitu Gusti Ayu Putu Rawuh (lahir tahun 1916) adalah seorang penari serba bisa. Serasilah mereka menjadi sepasang suami-istri. Sang suami yang memainkan musik dan sang istri yang menari. Sungguh sangat romantis. Kakek pak Putu Bawa sebenarnya sangat malu ketika mengetahui ayahanda pak Putu Bawa yaitu I Gusti Gede Pegug masuk dalam kemiliteran, apalagi dalam asuhan Belanda. Disini kakek beliau mengira kalau anaknya membantu Belanda dengan cara masuk menjadi tentara yang berbau Belanda walaupun dalam kenyataannya tak seperti itu. Nenek dan Kakek pak Bawa Samar Gantang yaitu Gusti Ayu Putu Rawuh meninggal tanggal 6 Agustus 1976 dilanjutkan I Gusti Ketut Santrog meninggal tanggal 21 maret 2000.
Kakek Samar Gantang yaitu Gusti Ketut Santrog (lahir tahun 1901)
Ayahanda beliau memiliki dua orang istri. Istri pertama merupakan ibu kandung beliau yaitu Gusti Ayu Nyoman Rerep, seorang pedagang bubur. Pak Bawa Samar Gantang adalah anak yang paling sulung. Drs. Gusti Made Nurjana, SA.Msi (tanggal lahir 5 Juli 1951) , anak kedua. Gusti Nyoman Dana Deska (tanggal lahir 12 Desember 1954), anak ketiga. Drs. I Gusti Nengah Nurarta (tanggal lahir 1 Juni 1956), anak keempat. Gusti Ayu Ketut Pancasari (11 Agustus 1958), anak kelima. Dan anak yang terakhir adalah anak keenam yaitu I Gusti Ayu Putu Inrani (tanggal lahir 17 Maret 1960). Istri kedua merupakan ibu tiri beliau yaitu Ni Made Kerti (Tahun lahir 1944) dari Kerambitan. Ibu Kerti memiliki dua orang anak yang sekaligus menjadi adik-adik tiri pak Bawa Samar Gantang. Mereka adalah Gusti Ayu Putu Muning Utari (tanggal lahir 7 Januari 1963) dan Gusti Made Adi Nurama (tanggal lahir 26 Desember 1965).
Pak Bawa Samar Gantang sendiri menikah dengan Gusti Ayu Made Susiati (tanggal lahir 2 April 1956). Keahliannya adalah bermain Perkusi dan Kendang.
Dari pernikahannya ini, beliau memiliki empat orang anak yaitu: I Gusti Ayu Putu Mahindu Dewi Purbarini (tanggal lahir tanggal lahir 28 Oktober 1977), I Gusti Made Mahindu Swara (tanggal lahir 8 Juni 1979), I Gusti Nengah Mahardika (tanggal lahir 17 Agustus 1983), dan I Gusti Ketut Adi Dewantara (tanggal lahir 2 Mei 1987).
Dari anak pertama, beliau dikaruniai seorang cucu bernama I Gede Wayan Premaria Prajna (tanggal lahir 19 November 2006). Lalu dari anak keduanya, beliau juga mendapat seorang cucu bernama Gusti Agung Ayu Putu Luna Iswari (tanggal lahir 30 Maret 2007). Sedangkan anak-anaknya yang lain belum menikah atau lebih tepatnya masih bujangan.

2. Kisah Cinta Samar Gantang “ Berawal dari Mimpi”
Saat itu, Samar Gantang muda masih duduk di bangku kuliah jurusan Sejarah (1974-1976). Perlu diketahui juga, ketika itu ia juga menjadi sutradara Festival Remaja sekaligus guru SMP.
Kejadiannya dimulai pada tahun 1976. Berawal dari sebuah mimpi yang diyakininya, dia dipertemukan dengan seorang gadis berusia 21 tahun di jalan Pande Tabanan. Gadis cantik yang tinggi semampai, rambut bergelombang, dengan senyumannya yang manis, membuat seorang Samar Gantang ‘Klepek-klepek’. Gadis ini menyapa,”Anak Agung, wawu ngeranjing ? (Anak Agung, baru sekolah ?)”. Pak Samar Gantang hanya menjawab,” Inggih..!(Ya!)”. Lalu beliau sontak kaget ketika melihat wajah gadis itu. Dalam hati dia berkata,” Bukannya, dia gadis yang ada dalam mimpi saya?”
Beliau mengingat sebuah mimpi yang dialaminya beberapa hari yang lalu. Beliau bermimpi bertemu dengan seorang gadis yang akan menjadi istrinya. Dan anehnya gadis itu mirip sekali dengan gadis cantik yang baru saja menyapanya. Memang sangat aneh dan sangat kebetulan. Beliau sempat bercerita mengenai mimpinya itu pada kakeknya yang merupakan seorang paranormal. Kakeknya hanya mengatakan bahwa gadis itu merupakan jodohnya kelak. Atas dasar itulah Pak Bawa Samar Gantang dengan sangat yakin berkata,”Dik, kamu adalah jodoh saya! Kelak, kamu akan jadi istri saya!” Gadis itu hanya tersenyum kemudian pergi. Dari informasi teman-temannya, pak Bawa Samar Gantang mengetahui nama gadis itu. Dialah I Gusti Ayu Made Susiati yang sering di panggil Sayu Susun
Beberapa hari berlalu, dia melihat gadis pujaannya dibonceng oleh laki-laki lain. Rasa cemburu berkobar dalam hati pak Samar Gantang. Lalu dia mencari informasi dari teman-teman kerjanya lagi. Mencari tahu siapa laki-laki itu dan dimana rumahnya. Tidak terlalu sulit untuk mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan itu. Laki-laki itu tinggal di Panjer, Denpasar. Kemudian beliau datang kesana, bertemu,dan langsung mengancam laki-laki itu. ’’Susiati itu, akan jadi istri saya ! Jangan mendekatinya lagi ! Kalau berani mendekatinya, saya akan hajar kamu ! Kalau perlu kita duel !’’ Laki-laki itu hanya menjawab, ’’ Ya… kalau mau, ambil saja. Masih banyak kok cewek diluar sana ! Saya janji tidak akan mendekatinya lagi !’’
Tapi sayangnya, laki-laki itu tidak tepati janjinya. Siswa-siswi kelas 3 SMP Harapan, yang merupakan anak didikan beliau, memberikan informasi. Mereka mengatakan bahwa laki-laki itu, membawa Susiati ke gedung bioskop di Kediri. Lalu pak Bawa Samar Gantang dan Siswa-siswi kelas 3 SMP Harapan mendatangi bioskop itu. 15 orang siswa-siswanya berjaga-jaga di parkiran dan menunggu datangnya Susiati dan laki-laki itu. Selang beberapa waktu, mereka pun muncul. Dengan tidak berbasa-basi lagi, beliau langsung menghajar laki-laki yang telah merebut calon istrinya. “ Susiati, kamu pilih saya atau dia?! Meskipun saya bukan pacar kamu, tapi mimpi saya mengatakan kamulah istri saya! Saya yakin itu! Saya ini guru, saya tidak bisa bermain-main. Umur saya sudah 30 tahun. Kalau kamu tidak suka pada saya, laporkan saya ke polisi dengan tuduhan sudah menghajar orang. Kalau kamu tertarik dengan saya, tiga hari lagi ada hari baik. Saya akan melarikan kamu!” Beliau langsung mengajak Susiati ke rumahnya di Kelating. Dan langsung bertemu orang tuanya, menjelaskan kalau beliau ingin memperistri Susiati.
Tanggapan orang tuanya sangat baik. Sekarang tergantung Susiatinya, apakah mau menjadi istri Samar Gantang atau tidak. Lalu pak Samar Gantang memberi pilihan. Kalau dia diam saja, berarti akan diadakan pesta pernikahan. Dan Susiati memilih tetap diam. Itu berarti dia telah setuju. Tentunya, pak Samar Gantang senang dengan hal itu. “Baik, tiga hari lagi, saya akan datang menjemput. ”kata Pak Samar Gantang. “Ya, terserah bapak.” lanjut orang tua Susiati.
Tiga hari kemudian, beliau bersama rombongan siswa-siswi kelas 3 SMP Harapan menunggu datangnya Susiati di jalan dekat rumahnya. Kebetulan pak Samar Gantang mempunyai saudara yang menjadi lurah di Dukuh yaitu Gusti Nyoman Dana. Dialah yang turut membantu dalam usaha melarikan Susiati. Lama menunggu datangnya Susiati, pak Bawa Samar Gantang mulai tidak sabar. Akhirnya beliau mendatangi rumahnya.
Hanya sunyi yang didapatinya di rumah itu. Susiati terlihat terlelap di Bale Gedenya. Pak Samar Gantang lalu membangunkannya dan langsung melarikannya dengan mobil Jimmy yang di kendarai oleh Gusti Nyoman Dana . Siswa-siswinya mengikuti dari belakang dengan membawa sepeda motor. Saat itu, masyarakat mengira mereka partai GOLKAR yang sedang berkampanye, padahal bukan.
Sesampainya di rumah Samar Gantang, tepat tanggal 27 September 1976 mereka pun menikah. Disaat pernikahan berlangsung, tiba-tiba datang 2 ekor Babi Guling, hadiah dari Kepala SMP 3 yaitu pak Wayan Surata. Tiga hari sebelum menikah, pak Bawa Samar Gantang dan pak Wayan Surata melakukan perjanjian. Jika pak Samar Gantang menikah, maka pak Wayan Surata akan membawakan 2 ekor babi Guling ke pesta pernikahannya. Padahal permintaan pertama pak Samar Gantang adalah sebuah Vespa tapi beliau tetap bersyukur karena pak Wayan Surata telah menepati janjinya.




Foto Putu Bawa Samar Gantang dengan sang istri, Gusti Ayu Susiati di Rumahnya. Jln Kenanga no.7 Tabanan

3. Perjalanan Karir & Berbagai Prestasi yang Pernah Diraih
I Gusti Bawa Samar Gantang memulai SR (Sekolah Rakyat) tahun 1955 di Pengabetan, Dauh Pala, Tabanan dan berakhir tahun 1963. Dari kecil beliau sangat suka membaca terutama melihat cerita bergambar. Saat kelas lima SR, beliau mempunyai lima rak buku komik. Sampai-sampai beliau membuka penyewaan komik pertama di Tabanan. Akan tetapi, karena pelajaran berhitung dan membaca, beliau tidak naik kelas. Beliau tertinggal 2 kali berturut-turut saat kelas satu dan kelas dua SR. Walaupun beliau suka membaca tapi buku bacaan yang sering beliau baca adalah buku bergambar. Di mana buku bergambar cenderung mengungkapkan suatu cerita dalam bentuk gambar bukan dalam bentuk tulisan.
Setelah kelas tiga SR, akhirnya beliau menjadi salah satu siswa yang terbaik di sekolahnya. Ketika beranjak SMP, dan bersekolah di SMP 1 (sekarang menjadi SMP Negeri 1 Tabanan) beliau pun mulai suka membaca buku sastra. Kesulitan dalam memahami sastra membuatnya tertarik untuk membaca buku-buku yang berbau sastra.
Pria yang sangat senang menonton tinju (yang berbau kekerasan), senam, dan film lucu terutama Mr.Bean ini pun mencoba membuat tulisan dan mengirimkannya ke Koran Solo Marhen. Sayangnya, keberuntungan tidak berpihak pada pak Bawa Samar Gantang. Berkali-kali beliau mengirimkan tulisannya ke koran itu, namun tidak pernah dimuat. Walaupun begitu pak Bawa Samar Gantang tidak menyerah dan terus berusaha hingga akhirnya tulisannya berhasil termuat dalam koran tersebut. Ketika itu beliau sudah masuk SMA tahun pelajaran 1967-1968 di SMAN 1 (sekarang SMAN 1 Tabanan). Sangat puas dan bangga, itulah perasaannya saat itu.
10 kali melamar menjadi seorang guru negeri di beberapa sekolah, pernah dialami oleh seorang Samar Gantang, Dengan sedikit menguras keringat akhirnya tahun 1973 beliau diterima di SMP Harapan menjadi seorang guru honorer. Beliau juga mengajar di beberapa sekolah lain di Tabanan antara lain, SMP TP 45 (sudah tidak ada), SMPN 3, SMP Pemuda, SMP Dharma Bhakti (sejak 1973), SMPN 2 Tabanan.
Pada tahun 1974, beliau menjadi guru tetap di SMP Negeri 2 Tabanan. Sejak menjadi guru di beberapa Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di Tabanan tahun 1973, Samar Gantang mengajar mata pelajaran seni lukis. Bersama dengan Pak Windra Dusak (sekarang guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Tabanan) beliau melanjutkan kuliahnya ke jurusan Sastra Indonesia (1991). Namun setelah meraih gelar Sarjana Sastra dari IKIP Saraswati Tabanan tahun 1997, beliau yang sejak dulu dikenal sebagai seniman sastra tidak pernah menjadi guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sudah ada banyak guru Bahasa dan Sastra, makanya beliau tetap mengajar seni lukis. Beliau mengaku mulai menggeluti bidang seni dari tahun 1967-an.
Beliau yang lebih dari 1ima puluh tahun mengendarai sepeda Jengki tuanya, sangat gemar melukis. Oleh karena itu, beliau memilih menjadi guru lukis. Sementara minatnya dibidang seni pentas dialihkan ke dunia baca puisi untuk kegiatan ekstrakulikuler. Samar Gantang justru membina kegiatan sastra dan drama diberbagai SMP/SMA Tabanan. Samar Gantang sangat aktif di Lesiba (Lembaga Seniman Indonesia Bali) yang dipimpin oleh dosen Sastra Indonesia Unud, Drs. I Made Sukada,S.U.
Kegiatan utama Lesiba adalah melaksanakan apresiasi sastra, seperti membaca puisi di radio-radio dan menerbitkan buku sastra, kebanyakan kumpulan puisi. Samar Gantang dikenal sebagai pembaca puisi nyentrik, baik di radio maupun dipanggung penampilannya total, penuh gerak-gerik, percaya diri sehingga tampak lain dari yang lain. Apabila beliau membaca puisi modre, jenis puisi dengan pengaruh mantra Bali, Samar Gantang kerap kali tampil seperti orang kesurupan, memukau dan menimbulkan kesan ngeri.
Tahun 1973 hingga 1983 dia juga sibuk mengisi acara apresiasi sastra di Radio Menara bersama kelompok Lesiba (Lembaga Seniman Indonesia Bali) pimpinan I Made Sukada, Radio Casanova, dan Radio Republik Indonesia (RRI). "Hari Sabtu saya berangkat naik sepeda, hari Minggu kembali ke Tabanan," kata pria yang hingga kini tetap setia mengayuh sepeda dayung itu. Pada masa-masa itu kumpulan sajaknya Aab Jagad (Kondisi Jagad) mendapat penghargaan dari majalah tentang kebudayaan Bali Sarad. Sebagai penggila dan penggiat sastra, Samar Gantang memiliki keprihatinan mendalam. "Bagaimana kemampuan anak-anak bisa berkembang, kalau hanya pelajaran akademis yang diprioritaskan, yang isinya hafalan," katanya. "Bagaimana mau mengajarkan sastra, kalau gurunya tidak pernah membaca karya sastra, hanya mengajar secara verbal saja."
Gaya Samar Gantang membaca puisi inilah yang kemudian memikat penyair Taufik Ismail, untuk memilihnya menjadi anggota Tim Penyusunan buku pelajaran sastra untuk sekolah tahun 2002/2003. Lewat surat yang dikirim Pak Bawa kepada Pak Taufik Ismail menjadi perkenalan awal mereka. Isi surat tersebut yaitu, beliau meminta materi penelitian sehubungan dengan skiripsi yang terkait dengan karya Taufik Ismail (puisi).
Kisahnya, pada tahun 1999, Sanggar Dewata mengundang Samar Gantang mengisi acara pada Performing Arts di Galeri Nasional di Jakarta. Taufik Ismail terkesan akan gaya Samar Gantang dalam membaca puisi. Taufik menyarankannya untuk mengikuti kegiatan MMAS (Membaca Menulis Apresiasi Sastra) seluruh Indonesia yang akan digelar di Mataram. Acara ini dikhususkan untuk guru-guru. Samar Gantang mengikuti acara MMAS bersama 29 guru dari Bali. Selain itu, beliau juga pernah membaca puisi di Radio Global lewat telepon yang diiringi oleh anak beliau yang sekolah di STSI dengan nyanyian. Gara-gara senang membaca puisi lewat telpon, beliau pernah harus membayar telepon sebesar Rp. 600.000,-.
Rumahnya di Tabanan menjadi perpustakaan yang menerima sumbangan buku sastra terbitan Horison dan rutin menerima secara gratis majalah sastra Horison. Samar Gantang dinilai aktif membina sastra untuk kalangan siswa. Kenyataan bahwa tahun 2003 ini Samar Gantang dianugerahi hadiah Sastra Rancage atas jasanya membina sastra Bali modern antara lain setelah menerbitkan lima buku dalam dua tahun terakhir, menunjukkan bahwa Samar Gantang tak hanya aktif dalam sastra Indonesia tetapi juga dalam sastra Bali.
Karya-karya yang telah dihasilkan oleh beliau antara lain :
1. Kumpulan puisi “Hujan Tengah Malam” (penerbit : LESIBA(Lembaga Seniman Indonesia Bali)) dibuat tahun 1969, terbit tahun 1974
2. Kumpulan Puisi “Kisah Sebuah Kota Pelangi” (penerbit : LESIBA(Lembaga Seniman Indonesia Bali)) tahun 1976
3. Kumpulan Puisi “ Kabut Abadi di Bedugul” (1979) (penerbit : LESIBA(Lembaga Seniman Indonesia Bali))
4. Kumpulan Puisi “Kalender Puisi Bali” (1980) (penerbit : LESIBA(Lembaga Seniman Indonesia Bali))
5. Kumpulan Puisi “Kalender Puisi Bali bagian 2” (1981) (penerbit : LESIBA(Lembaga Seniman Indonesia Bali))
6. Kumpulan Puisi “Laut Bernyanyi” (1982) (penerbit : LESIBA(Lembaga Seniman Indonesia Bali))
7. Kumpulan Puisi “Wiyata Mandala Jogya” (1983)
8. Kumpulan Puisi “Angin Senja” (1985)
9. Kumpulan Puisi “Pada Matahari Tumpah Ratap” (1986)
10. Kumpulan Puisi “Dewa-Dewa Marahlah” (1987)
11. Kumpulan Puisi “Spektrum” (1988)
12. “Kidung Dewata” (pernah meraih juara I di Komindo Jakarta) (1989)
13. “Taksu” (penerbit : Sanggar Minum Kopi) (1990)
14. “Loka Bintara” (penerbit Kantor Post di Jakarta) (1991)
15. “Kebangkitan I-VI” (penerbit Batu Malang) (1992-1996)
16. Kumpulan Cerpen “Sang Bayu Telah Mengiringi Kepergiannya” (1997)
17. Esai “Bali Sane Bali” (Juara I di Balai Bahasa Denpasar) (1998)
18. Kumpulan Geguritan “Aruh Hari Hara” (Juara I di Prama Sastra Denpasar) (1999)
19. Kumpulan Cerpen “Gatra Saking Welington” (Juara I di Prama Sastra Denpasar) (2000)
20. Kumpulan Puisi “Aab Jagad” (Juara I diselenggarakan Majalah Sarad) (2001)
21. Kumpulan Puisi “Somyo” (Diterbitkan Canang Sari) (2002)
22. Kumpulan Cerpen “Sipta Durmanggala” (12 Oktober 2002) terinspirasi dari Bom Bali I
23. Kumpulan Puisi “Sagung Wah” (Diterbitkan Canang sari) (2003)
24. Kumpulan Cerpen “Macan Raden “ (2003)
25. “Modre Samar Gantang” (Maha bintang dalam festival Indonesi-Amerika) (2003)
26. “Aungi Ring Hotel Sentral” (Mendapat penghargaan Ranchage) (2004)
27. Kumpulan cerpen “Leak Rare” (2004)
28. Kumpulan Cerpen “Kidung Dewata Dalam Berkah Gusti” (2004)
29. Kumpulan Cerpen “Leak Bukit Pecatu” (2005) (Denpasar : Balai Pustaka)
30. Novel “Leak Satak Dukuh” (2006)
31. Novel “Ketika Tuhan Menyapaku” (2007)
32. Novel “Dipuncakmu Aku Bertemu” (2008)
Prestasi yang pernah diraih oleh I Gusti Putu Bawa Samar Gantang antara lain:
1. Italian Art (1983)
2. Satya Lencana dari Gus Dur (2000)
3. Aab Jagad (2001)
4. Rancage (2003)

Di bawah ini adalah salah satu puisi karya I Gusti Bawa Samar Gantang yang pernah dibacakan dalam acara Ubud Writers and Readers Festival.
AKU SUKA SAKU

Aku suka saku aku suka susu asu
Matematika sembilan
Hutan terbakar
Banjir bandang di mana-mana
Bahasa Indonesiaku sembilan
Bahasa tanah dianak tirikan
Bahasa air sara di mana-mana
Bahasa Inggris sembilan
Bahasa linggis pariwisata
Bahasa teroris di mana-mana
Agama sembilan dipolitikkan
Sejarah budaya diputar balikan
Korupsi makmur budipekerti di mana?
Olah raga kesenian sembilan diabaikan
Komentator sepak bola juara dunia
Silat tinju merebak di mana-mana
Aku suka saku aku suka nyali tikus
Ngomong pembangunan segala bidang
Rongrong kropos tiang kemakmuran Negara

4. Cita-Cita dan Obsesi Seorang Samar Gantang
Lugu, sederhana, namun mengesankan, Itulah I Gusti Putu Bawa Samar Gantang yang enak diajak mengobrol. Kadang bergerak seperti menari, kadang dia bersuara seperti mekidung (membaca kidung) dengan nada khas seperti biasa kita dengar dari balik pintu pura di Bali.
Semua itu akan lebih lengkap kalau kita sempat menonton pementasan karya puisinya, atau menikmati pembacaan puisi para remaja asuhannya di Sanggar Sastra Remaja Indonesia (SRI) di Tabanan. Puisi itu tampil bukan hanya lewat vokal, tapi juga gerak tari. Kata-kata menjadi lebih hidup dengan iringan kendang, seruling, dan sejumlah perangkat gamelan Bali. Puluhan remaja itu setiap hari Minggu berlatih laku seni di SRI yang bertempat di rumah Samar Gantang.
Sejak tahun 1960-an Samar Gantang sudah menulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Bali, dengan latar sejarah lokal Bali. Beliau ini banyak menuliskan puisi mantra-yang penuh simbol-simbol tradisi Bali-yang dia bawakan dengan cara yang khas. Membaca puisi bagi Samar Gantang bisa masuk ke dalam kondisi ‘trance’ ( Keadaan mabuk, Kerasukan).
Dalam usia 21 tahun, Samar Gantang merajut cita-cita menjadi bintang film. "Saya terinspirasi oleh Fifi Young, Bambang Hermanto, dan Sofia WD," tuturnya. Namun, kerasnya Ibu Kota membuatnya menangis. Ketika itulah tercipta puisinya Berjalanlah Terus-yang melukiskan perjuangannya saat itu. Tahun 1970-an dia sempat bersekolah di Jakarta, tetapi tiba-tiba disuruh pulang, katanya ibunya sakit keras. Setelah pulang, wanita yang melahirkannya ternyata sehat. Akhirnya dia menetap di Bali dan melupakan cita-cita menjadi bintang film.
Samar Gantang pernah diundang membaca puisi di Malaysia pada pertengahan tahun 1980-an. Dia punya satu obsesi yang masih mengganggunya, yaitu mendapat kesempatan untuk unjuk kebolehan. Membaca puisi, memberi makna pada aksara, sesuai dengan latar belakang budaya yang dia hayati.
Di sanggar dia menerapkan metode pengajaran "99 % praktek, 1% teori". "Mereka boleh membuat apa saja yang mereka suka. Saya biarkan mereka berkreasi secara liar," katanya.
Dia lalu berpikir, bagaimana caranya membuat seseorang "maniak" sastra. Dia lalu menunjukkan ke anak-anak itu bagaimana cara membaca puisi dan menulis puisi. "Segala kemampuan yang saya dapatkan di pelatihan saya curahkan," ujarnya. Hasilnya telah ditampilkan anak-anak anggota SRI di berbagai lomba / event di Bali dan daerah lain. Anggota SRI juga sering menyabet penghargaan pembacaan puisi di Pekan Kesenian Bali yang digelar tahunan. Puisi pertama karyanya yang sering ditampilkan berjudul Baca Tulis Bicara.Mengabdikan hidupnya untuk membina anak remaja melalui sastra, Samar Gantang juga memperkenalkan modre (membaca mantra-Red) lewat aksara bermakna. Sepanjang wawancara, sesekali Samar Gantang menunjukkan gaya membaca puisi seperti membaca mantra. "Cara saya berbeda," tuturnya disusul praktik. Suara-suara keras-pelan-tinggi-rendah, kadang seperti menggeram. Seperti tanpa makna namun berkekuatan magis. Itulah sosok Samar Gantang.

Belajar dari kisah hidup Pak Samar Gantang ini, kami selaku peneliti berkesimpulan bahwa tekad, bakat, dan kerja keras akan membawa kita pada suatu keberhasilan. Seperti I Gusti Putu Bawa Samar Gantang yang menjadi objek penulisan kami. Beliau memiliki keinginan kuat untuk maju,maju dan terus maju. Dengan usahanya beliau berhasil mendapatkan berbagai penghargaan dari dalam maupun luar negeri. Menurutnya, betapun sulit meraih suatu keberhasilan tetapi dengan kerja keras dan ketekunan, kita pun bisa meraih kesuksesan seperti beliau. Walaupun seorang Samar Gantang sudah semakin tua, semakin berumur, namun dia masih bertekad untuk melakukan sesuatu hal yang membuat hidupnya lebih berarti. Begitulah sosok Samar Gantang yang patut kita banggakan. Melalui tulisan ini kami berharap para pembaca dapat memetik hikmah dari biografi singkat Bawa Samar Gantang dan ada yang mau mengikuti jejak beliau dalam rangka melestarikan budaya Nasional sekaligus budaya daerah yang sangat kita banggakan.


DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2005. Obsesi Samar Gantang. http://64.203.71.11/kompas-cetak/0502/05/naper/1512835.htm. (access 4 Juni 2008)
Anonim. 2003. Samar Gantang, Cita-cita Sebetulnya Jadi Bintang Film. http://www.balipost.com/balipostcetak/2003/2/16/pot2.htm. (access 4 Juni 2008).
Anonim. 2003. I Gusti Putu Bawa Samar Gantang:Pengajaran Bahasa Bali harus Di mulai dengan Huruf Bali. http://www.balipost.com/balipostcetak/2003/2/16/pot1.html.( access 4 Juni 2008).
Anonim. 2005. Penyair Bali pun Unjuk Gigi. http://wartabali.com/index/article/1657.htm. (access 4 Juni 2008).

Anonim. 2002. Sastrawan Bicara, (Guru) Siswa Boleh Bertanya. Kompas, 8 Agustus.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ni Putu Juliasih
TTL : Marga, 20 Juli 1991
Alamat : Br. Semingan, Petiga, Marga, Tabanan
Status : Siswi XI IPS 2, SMAN 1 Tabanan
Alamat Sekolah : Jalan Gunung Agung No. 122 Tabanan, Telp. (0361)
811164.

Penghargaan :

1. Peserta Lomba Mengarang Bahasa Indonesia siswa SMP dan MTS
Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Dirjen Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
2. Juara 3 Menulis Surat SD, SMP, SMA Kabupaten Tabanan Tahun
2005. Diselenggarakan Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan.
3. Peserta Lomba Karya Ilmiah Tingkat SMA se-Propinsi Bali yang
diselenggarakan Universitas Pendidikan Ganesha.
4. Peserta Lomba Menggambar Komik Tingkat SMP, SMA se-Bali
yang diselenggarakan oleh New Media Interaktive Computer College.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Gusti Ayu Asita Ananta
TTL : Tabanan, 23 Agustus 1991
Alamat : Bongan Kauh, Tabanan
Status : Siswi XI IPS 2, SMAN 1 Tabanan
Alamat Sekolah : Jalan Gunung Agung No. 122 Tabanan, Telp. (0361)
811164.


Penghargaan :
Peserta kegiatan Jumpa Bakti Gembira ( JUMBARA) Palang Merah Remaja Cabang III Palang Merah Remaja Palang Merah Indonesia Cabang Tabanan yang dilaksanakan di Sos Desa Taruna, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Putu Eka Darma Jayanti
TTL : Penganggahan, 18 Januari 1991
Alamat : Penganggahan, Tengkudak, Penebel, Tabanan.
Status : Siswi XI IPS 2, SMAN 1 Tabanan
Alamat Sekolah : Jalan Gunung Agung No. 122 Tabanan, Telp. (0361)
811164.

Penghargaan :
Peserta Gema Lomba Matematika (GLM) tingkat SMP VII Se-Bali Tahun 2006 yang diselenggarakan oleh IKIP Negeri Singaraja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar