Senin, 07 Mei 2012

SADAR


Ketika hatiku mulai terketuk, tiada diam yang terlaksana kali ini, namun keberanian . Aku akan mulai bergerak menjadi sosok yang dianggap tiada menjadi ada. Semuanya memang perlu waktu dan proses. Untuk itulah aku ada di sini. Sebagai insan yang baru menyadari bahwa mimpi dan harapan harus segera dikejar, ku biarkan pikiran dan raga ini bergerak sekarang juga. Bukan Nanti ataupun esok.  Sekarang dan detik ini juga, sebuah perubahan harus menggerogoti rasa jenuh yang sempat menghambat hati.
Aku harus berjuang sedari dini dan mengeksploitasi apa yang kupunya. Aku tak mau terjebak oleh kenyamanan lagi. Aku harus bergerak. Aku tak mau menjadi sosok diam yang menjadikanku tiada lagi

Minggu, 06 Mei 2012

Mengajar


Kali pertama ini aku mengajar mereka.
Senang bukan kepalang kurasakan.  
Walaupun tak kebagian ruangan, namun kami tetap semangat.
Semangat merekalah yang membuatku semakin terpacu.
Tempat terbuka, berisik, panas, tak apalah.
Toh.. tak membuat mereka mengeluh.
Aku pun seharusnya tak boleh mengeluh.
Mensyukuri adalah cara yang ampuh membuat semuanya berjalan tanpa hambatan.
Di tengah hirukpikuk sekolah pagi hari itu, tak membuatku tenggelam.
Aku memang mengajar pada suasana yang tak kondusif namun itulah tantangannya.
Meskipun tenggorokan menjadi kering karena bersuara lebih keras dari biasanya, meskipun peluh mengucur karena panas terik menyengat, kubiarkan jadi pengabdianku pada siswaku.
 Siswaku yang terpenting.


Keikhlasanku adalah kasih sayangku. Aku terlanjur sayang jadi apapun tantangannya ‘kan kujalani.







 (ini adalah suasana belajar siswaku: mudah-mudahan mereka tidak sakit pinggang karena tidak ada meja untuk menulis)

Anak Didikku



Inilah anak-anak didikku. Akhirnya redaksi genesis terbentuk juga setelah perjuangan yang panjang. Senyumku mengembang seolah tak sabar memulai semuanya. Bersama mereka, aku ingin membuat sebuah majalah sekolah. Walaupun belum ada jaminan dari sekolah untuk menerbitkan majalah tersebut, tetapi aku takkan putus asa. Takkan kubiarkan harapan dan impian anak-anak didikku hancur karena ini. Aku akan mencari cara agar majalah ini bisa terbit, paling tidak bisa dinikmati oleh kawan-kawannya. Aku tak ingin kerja keras mereka sia-sia. Untuk itu, aku akan melakukannya dengan segenap kemampuanku. Apa yang aku punya, apa yang kutahu akan kuberikan pada mereka. Apapun itu, walau tak berarti. SEMANGAT GENESIS! Luapkan apa yang ada dipikiranmu,wahai adik-adikku. Ungkapkan apa yang kau rasa perlu dibicarakan, karena pemikiran itu takkan diketahui orang jika hanya tersimpan apik dalam memori. Mari narasikan keluh-kesahmu lewat goresan tinta ini dan yakinlah apapun yang kalian tulis akan berguna bagi orang lain. Jangan takut! Bersikaplah liar seperti keinginan hatimu. Jangan terkumkum oleh rasa ragu. Tulislah! Tulis dan terus tulis. Tunjukkan dirimu lewat lembaran-lembaran kertas itu! 

 
 (murid-muridku narsis-narsis buanget)









 

Ini adalah guru pamong di SMP 4 Singaraja

Tulisan Untuk Guruku

Sesak aku menangis mengurai air mata kepadamu. Aku meluapkannya. Aku biarkan rasa sakitku,engkau tahu. Aku mengkritikmu. Aku memvonismu. Semua kulakukan agar aku lega. Ya, aku lega kala itu. Namun semakin kurenungkan, aku tersadar. Aku telah menyakitimu. Tak ada wujud terimakasih yang kulontarkan kepadamu. Aku hanya mengeluhkan perlakuanmu. Aku tak bisa jeli melihat kasih sayangmu dan penghargaan tiap katamu. Maafkan aku guruku. Maafkan kesombonganku. Aku telah menutup mataku, menutup hatiku, menutup semua gerbang kesadaranku. Aku terlalu egois,wahai guru. Manjaku membuat semua nampak sulit. Kini aku kembali memejamkan mata, aku merenungkan hari-hariku bersamamu. Kuingat semua kenangan yang telah berlalu. Ku ingat semua kritikmu, kuingat tiap kata yang kau ucap. Engkau memang benar-benar ada. Engkau benar-benar nyata Engkaulah guru hidupku. Untaian maaf dan terimakasih kulukiskan pada tulisan ini agar engkau tahu ada seorang murid yang sangat nakal di sini. Dia begitu naïf.